Mulai hari Jumat 1 Juni 2012, layanan pesan singkat atau SMS gratis
antar-operator tidak ada lagi. Kementerian Komunikasi dan Informatika
kini menerapkan interkoneksi SMS berbasis biaya yang dinilai lebih adil
bagi operator dan menguntungkan masyarakat.
Kepala Pusat
Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kominfo) Gatot S Dewa Broto, menyampaikan,
penerapan kebijakan interkoneksi berbasis biaya pada SMS ini menyusul
layanan telekomunikasi berbasis suara berdasarkan Peraturan Menteri
Kominfo Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi yang telah berlaku
sejak April 2008.
Gatot menerangkan, layanan SMS antaroperator berdasarkan skema sender keep all
(SKA) yang berlaku selama ini dinilai tidak adil. Keuntungan hanya
dinikmati operator pengirim SMS, sedangkan operator penerima tidak
mendapatkan keuntungan dan hanya kebanjiran lalu lintas SMS. Padahal,
penggunaan jaringan membutuhkan biaya operasional.
”Bayangkan,
dalam sehari saja terdapat sekitar 400-500 juta SMS per operator. Lalu
lintas SMS yang padat ini bisa mengganggu kualitas jaringan,” ujarnya.
Sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab juga biasanya
memanfaatkan layanan SMS gratis ini untuk mengirimkan SMS spam,
penipuan, atau promo kepada konsumen.
Menurut Gatot, dengan SMS
berbasis biaya ini, operator penerima SMS akan mendapat Rp 23 per SMS.
Angka Rp 23 per SMS ini merupakan hasil perhitungan biaya interkoneksi
SMS tahun 2010 yang dilakukan konsultan independen.
Keadilan
Harapannya, tercipta keadilan pada penyelenggara layanan SMS. Operator penerima SMS juga mendapatkan keuntungan dari tarif SMS.
Selain
memberikan keadilan bagi operator, SMS berbasis biaya ini juga dinilai
memberikan keuntungan bagi konsumen. Keuntungan yang akan dinikmati
masyarakat dari SMS berbasis biaya ini adalah kualitas jaringan yang
bagus.
Di samping itu, jumlah SMS spam, penipuan, atau promo yang tidak dikehendaki juga akan berkurang.
”Kami berharap jumlah SMS spam akan jauh berkurang setelah SMS berbasis biaya ini berlaku,” kata Gatot.
Meski
demikian, Gatot menegaskan, penerapan interkoneksi SMS berbasis biaya
ini bukan berarti pemerintah menaikkan tarif ritel SMS. Pemerintah
tidak berwenang mengatur tarif ritel SMS. Operatorlah yang menetapkan
tarifnya sendiri berdasarkan skema SMS berbasis biaya ini.
Kepala
Divisi Komunikasi Perusahaan Telkomsel Ricardo Indra menilai, penerapan
SMS berbasis biaya ini merupakan sesuatu yang wajar dalam bisnis.
”Ketika ada SMS keluar dari alat produksi kami ke alat produksi operator lain wajar, kan, kalau dikenakan biaya,” katanya.
Indra
menilai, kebijakan SMS berbasis biaya ini diyakini telah
dipertimbangkan masak-masak sehingga akan menguntungkan semua pihak.
Operator mematuhi
Manager
Public Relation XL Axiata Henry Wijayanto mengatakan, pada prinsipnya
operator akan mematuhi kebijakan yang ditentukan pemerintah. ”Kami juga
telah mempersiapkan diri untuk memenuhi kebijakan itu,” ujarnya.
Pemerintah
mulai Jumat ini memang mulai memberlakukan aturan baru skema
interkoneksi SMS, yang sebelumnya SKA menjadi berbasis biaya.
Pemerintah
telah mengumumkan rencana untuk mengubah skema menjadi berbasis biaya
sejak 11 Desember 2011. Maka, sebenarnya ada waktu lebih dari lima
bulan untuk mempersiapkan diri menghadapi regulasi baru.
Dahulu,
skema SKA diambil dengan pertimbangan bahwa lalu lintas SMS
antaroperator akan berimbang karena pelanggan akan saling mengirimkan
SMS. Namun, ternyata ada operator tertentu yang terganggu oleh lalu
lintas SMS yang terlalu besar.(nina-dewi)
follow: http://tekno.kompas.com/read/2012/06/02/0717053/SMS.Gratis.Antaroperator.Tidak.Ada.Lagi