Keberadaan Outlet SAMSAT yang
tesebar diberbagai tempat
keramaian diharapkan dapat mempermudah bagi wajib pajak dalam membayar pajak kendaraannya.
Namun sangat disayangkan jika
fasilitas tersebut (outlet SAMSAT-red) yang dalam pengoperasiannya memerlukan
biaya banyak justru malah disalahgunakan.
Berdasarkan informasi dari
seorang nara sumber yang ditemui PRO-POST mengatakan bahwa ada salah satu outlet,
tepatnya di BTM Kiaracondong, Bandung sering digunakan untuk praktek pembayaran
pajak yang tidak dilengkapi dengan KTP asli alias nembak KTP. Pembayaran pajak
kendaraan yang demikian, biasanya dikenai biaya tambahan mulai dari puluhan ribu
hingga ratusan ribu rupiah per-STNK.
Dengan berbekal informasi
tersebut, TIM PRO-POST melakukan investigasi mendalam ke lokasi dan menemui berbagai sumber yang
berkaitan dengan pembayaran pajak kendaraan, hingga mendapatkan suatu bukti
berupa pembayaran STNK yang tidak dilengkapi dengan dokumen, yakni KTP asli.
Praktek penyimpangan tersebut
terjadi pada 31 Januari 2011 dan 01 Februari 2012, keduanya berupa pembayaran
STNK Roda 4 dengan tanpa dilengkapi dengan dokumen asli KTP.
Menindaklanjuti temuan tersebut,
PRO-POST melakukan konfirmasi terhadap penanggung jawab Outlet BTM
Kiaracondong, tapi justru malah diarahkan ke SAMSAT Bandung Tengah sebagai
SAMSAT induk.
Hj. Neneng Ratna K. selaku Kasie PKB/BBNKB SAMSAT Bandung Tengah dengan
didampingi oleh BAUR STNK Aiptu Untung saat dikonfirmasi menyangkal kalau telah
terjadi penyimpangan/Disfungsi di outlet yang menjadi binaannya.
“Yang kami tahu, di outlet BTM
Kiaracondong hanya melayani pembayaran pajak kendaraan yang memilikiki dokumen
resmi KTP. Wajib pajak cukup membawa STNK dan KTP asli, kecuali yang
berdomisili di luar daerah harus disertai foto copynya.” Kata kasie.
Namun saat PRO-POST menyodorkan
bukti-bukti penyimpangan berupa foto copy STNK yang dibayar melalui outlet BTM
Kiaracondong, Hj. Neneng malah balik bertanya. “Siapa yang merasa dirugikan
dengan kejadian tersebut?” tanyanya.
Pertanyaan yang disampaikan oleh Hj. Neneng tersebut
justru semakin menguatkan dugaan bahwa penyimpangan di outlet memang sudah diketahui dan direncanakan oleh
pihak SAMSAT Bandung tengah. Bahkan, tidak menutup kemungkinan kalau
penyimpangan tersebut berlangsung cukup lama dan berpotensi terjadi pungutan
liar (pungli) yang merugikan masyarakat dan merusak system pelayanan publik
sesuai dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik.
Sejauh ini, praktek pungli yang
dilakukan oleh pihak SAMSAT Bandung Tengah, khususnya melalui outlet SAMSAT BTM
Kiaracondong diduga belum tercium oleh fihak terkait yang mengaudit dan belum ada
tindakan dari penegak hukum karena belum ada yang melaporkan. Namun, dengan berbekal temuan
PRO-POST di lapangan berupa penyimpangan (disfingsi outlet), diharapkan akan
terbongkar praktek-praktek penyimpangan lainnya di SAMSAT Bandung Tengah yang
hingga saat ini belum terungkap.